Terus terang saya katakan di sini, apabila melihat gadis-gadis Albania yang sopan dan cantik manis ini di tambah dengan lantunan kemerduan suara mengalunkan lagu-lagu nasyid, menjadikan saya mula mencari-cari maklumat mengenai Islam di Albania.
Berbicara tentang Islam di Eropah, maka kita akan tertuju pada wilayah Andalusia (Spanyol) yang pernah menjadi pusat dakwah dan penyebaran Islam di Eropah setelah negeri ini ditaklukkan oleh Thariq bin Ziyad rodhiyallohu ‘anhu. Demikian pula dengan Kesultanan Utsmani (Ottoman Empire) yang sebagian wilayahnya berada di Eropa. Semua itu menjadi saksi kejayaan Islam di masa lalu yang mana kita semua pasti merindukan akan kembalinya masa-masa tersebut yang menyinari dunia dengan cahaya rahmat. Mungkin kita tidak tahu bahwasannya ada negeri Islam di Eropah yakni Albania. Negeri ini memang bukan satu-satunya negeri Islam di benua biru ini (masih ada Azerbaijan, Bosnia, Kosovo dan Turki), namun kita perlu tahu bahwa di masa-masa kelam ini ternyata masih terpancar cahaya Islam khususnya di benua yang sebetulnya justru identik dengan agama Nashrani karena keberadaan Vatikan di dalamnya.
Albania, negeri Muslim di Eropah.
Di tenggara Eropah, yaitu kawasan yang dikenal dengan nama Balkan, terletak Albania. Negara ini memiliki jumlah penduduk 3.5 juta orang, 70% penduduknya beragama Islam dan sisanya Kristian. Luas wilayah sekitar 30,000 km persegi. Negara ini di masa lalu sempat berada di bawah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran besar seperti Yunani, Rom, dan Ottoman (Utsmani). Meskipun pada era Romawi, Albania sempat menjadi kawasan berpenduduk Kristian, namun menyusul kemunculan Islam, terjalinlah hubungan antara bangsa Albania dengan orang-orang Muslim. Dengan bermigrasinya kaum Muslimin dan berdatangannya para juru dakwah dan pedagang ke Albania, Islam secara bertahap meluas di Albania.
Penguasaan kekaisaran Ottoman (Utsmani) terhadap Albania mulai tahun 1430 hingga 5 abad kemudian, telah membuat Islam semakin tersebar di negara itu. Pada tahun 1912, Albania meraih kemerdekaannya. Namun pada tahun 1945, dengan naiknya Enver Hoxha yang menganut paham komunis ke kursi kepresidenan, orang-orang Albania mengalami era pemerintahan yang represif dan mencekam. Enver Hoxha membelenggu kebebasan agama orang-orang Albania, bahkan sampai menghancurkan masjid-masjid di negara itu.
Setelah meninggalnya Enver Hoxha pada tahun 1985 dan melemahnya rejim komunis, kondisi negara di itu pun mengalami perubahan. Pada tahun 1990, aktivitas yayasan keagamaan dan masjid-masjid kembali meraih kebebasan. Pada bulan March tahun berikutnya, diadakan pemilu parlimen yang bebas untuk pertama kalinya. Presiden Sali Berisha adalah presiden pertama Albania pasca era komunis. Pada masa pemerintahannya, digalakkan usaha-usaha pembangunan kembali tempat-tempat ibadah dan perluasan hubungan dengan negara-negara Muslim. Bahkan pada masa itulah Albania resmi menjadi anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). Namun pada tahun-tahun kemudian, perhatian Albania terhadap Islam menjadi berkurang.
Rakyat Albania mudah menerima ajaran Islam kerana selama berabad-abad mereka berada di bawah kezaliman para penguasa. Sementara itu, ajaran Islam memberi mereka semangat untuk melawan kezaliman. Islam adalah agama yang mengajarkan prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, dan persaudaraan. Prinsip-prinsip Islam inilah yang menarik orang-orang Albania berada di bawah tekanan dan represi, namun cahaya Islam tetap menyala di hati mereka.
Kehidupan persaudaraan antara etnik, demikian juga antara kaum Muslimin dan Kristian di Albania juga menarik untuk diamati. Data pada tahun 2004 yang dikeluarkan secara bersama oleh Departemen Luar Negeri dan pusat data statistik menunjukkan bahwa etnik Albania dengan jumlah 98,6% merupakan etnik majoriti. Disusuli Yunani 1,17%, dan etnik-etnik lainnya seperti Rom, Serbia, Montenegro, Macedonia, Mesir, dan Bulgaria sebesar 0,23%. Sementara itu, secara agama, Islam menempati posisi majoriti yakni 70%, Kristian Ortodoks 20%, dan Katholik Rom 10%.
Masjid selalu menjadi pusat kegiatan kaum Muslimin kerana masjid memberi semangat kepada mereka. Begitu pula di Albania, masjid memiliki peranan penting dalam menumbuhkan semangat keislaman di hati kaum Muslimin di negara itu. Di setiap lapangan utama pada setiap kota di Albania selalu terdapat sebuah masjid. Hal ini membuktikan bahwa masjid adalah tempat yang sangat penting di mata masyarakat Albania. Sebelum berkuasanya rejim komunis, jumlah masjid di negara itu mencapai 600 buah dan memiliki peranan yang lebih aktif daripada era sekarang ini. Selama pemerintahan rejim komunis, masjid-masjid di negara itu ditutup bahkan sebagian dihancurkan. Setelah keruntuhan rezim komunis, masjid-masjid itu kembali dibangun dan sekarang ini jumlah masjid yang aktif melakukan berbagai kegiatan keagamaan mencapai 350 buah. Selain masjid, ada juga pusat-pusat kegiatan kaum Muslimin lainnya, misalnya yayasan-yayasan keislaman.
Pengajaran Agama Islam secara formal di Albania dilakukan secara terpusat. Dengan kata lain, beberapa lembaga pengajaran tertentu di Albania memiliki tanggung jawab dalam mengajarkan agama Islam kepada para pelajar. Lembaga-lembaha pengajaran ini merupakan pengganti dari sekolah-sekolah agama yang sebelumnya melakukan kegiatan secara terpisah-pisah dan tersebar di setiap masjid. Lembaga pengajaran agama terbesar berlokasi di Tirana, ibukota Albania. Di sekolah agama ini, Islam diajarkan sedemikian rupa agar terhindar dari pertentangan antar mazhab. Lulusan dari lembaga pengajaran ini memiliki peranan besar dalam membangkitkan semangat keislaman kaum muslimin pada era komunis dan akibatnya banyak pula di antara mereka yang dipenjarakan oleh rejim komunis.
Sementara itu, kelompok politik atau partai-partai Islam tidak banyak berdiri di Albania. Mungkin hal ini disebabkan kerana panjangnya masa pemerintahan rejim komunis yang sangat represif dan selalu menghalangi kegiatan-kegiatan politik non-komunis. Lembaga Islam terbesar di Albania saat ini, yang juga mendapatkan pengakuan rasmi dari pemerintah adalah Komiti Muslim Albania. Madrasah Islami Tirana adakah lembaga pengajaran yang berada di bawah Komiti Muslim Albania. Di setiap kota, terdapat cabang dari komiti ini dan melakukan berbagai kegiatan keislaman di kota tersebut. Selain Komiti Muslim Albania, juga ada lembaga-lembaga lain, seperti Organisasi Cendikiawan Muslim, Organisasi Muslimah, atau Organisasi Pemuda Muslim Albania. Selain itu, kaum Muslimin Albania juga memiliki sebuah Pusat Dialog Agama, demi menjalin persatuan dan membela hak-hak kaum Muslimin di negara ini.
Meskipun Islam adalah agama majoriti rakyat Albania dan keislaman telah menjadi jati diri majoriti rakyat negara itu, namun perhatian yang ditunjukkan pemerintah Albania terhadap perluasan pengajaran Islam tidak memuaskan. Dalam UUD negara ini, Islam tidak disebut sebagai agama resmi negara. Bahkan, dewasa ini nampak usaha-usaha untuk menjadikan negara Muslim ini sebagai negara sekular. Hal ini antara lain merupakan akibat dari letak geografiknya di Eropa, iaitu di tengah negara-negara non Islam dan juga akibat dari sisa-sisa peninggalan era komunis dulu.
Dalam menghadapi situasi seperti ini, diperlukan peranan aktif dari rakyat Albania sendiri agar Islam menjadi semakin berkembang dan mewarnai berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat. Apalagi, masa lalu Albania yang dibawah penindasan rejim komunis telah membuat negara ini menjadi salah satu negara miskin di Eropa dan menghadapi banyak permasalahan sosial. Berpegang kembali kepada Islam secara benar adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari kemelut itu.
Ramadhan di Albania.
Ramadhan menjadi kesempatan bagi Muslim Albania kembali mendalami ajaran Islam. Saat Ramadhan, lembaga Muslim tertinggi di Albania, Islamic Sheikdom, memfasilitasi warga Muslim dengan berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di seluruh negeri. Bahkan untuk kegiatan ini Islamic Sheikdom sengaja mendatangkan cendikiawan Muslim dari negara-negara teluk.
Lembaga ini juga menggunakan media televisyen untuk menggalang kegiatan dakwah selama Ramadhan. Meski Islamic Sheikhdom harus membeli hak siar dari televisyen pemerintah untuk menyukseskan program dakwahnya itu. Maklum saja, sejak keruntuhan komunis pada 1990-an pemerintah Albania mengambil paham sekular untuk menjalankan kegiatan pemerintah.
Meski demikian, negara mengakui keberadaan agama dan memberikan kebebasan pemeluk agama untuk menjalankan keyakinannya. Maka Islamic Sheikdom harus mengeliuarkan kocek untuk menyiarkan acara dakwah para da’i, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Lembaga ini juga membeli hak siar untuk siaran adzan Maghrib.
Meski harus membayar hak siar televisyen pemerintah, namun hal ini tak dilakukan untuk stesen televisyen swasta. Mereka justru memberikan keleluasaan bagi Islamic Sheikdom untuk menjalankan dakwah. Bahkan televisyen swasta berlomba menampilkan acara Ramadhan yang menarik bagi Muslim Albania. Para pengelola stasiun televisyen swasta itu juga memberikan hak siarnya secara gratis kepada Islamic Sheikdom, iaitu melalui program ceramah yang disiarkan setiap hari. Juga siaran azan Maghrib serta siaran langsung sholat tarawih dari Makkah. Melalui siaran dakwah ini, warga Muslim Albania kian memiliki pemahaman yang baik tentang agamanya.
Tidak hanya melalui seminar dan kerjasama dengan televisyen, selama Ramadhan warga Muslim Albania juga memberdayakan masjid. Beragam kegiatan seperti sholat tarawih, tadarus Al Qur’an dipusatkan di masjid-masjid di seantero negeri. Paling tidak, kini terdapat 270 masjid yang menjadi pusat kegiatan selama Ramadhan.
Biasanya, Muslim Albania mengundang imam yang berasal dari Turki dan negara-negara Balkan ke masjid mereka untuk memimpin sholat Tarawih juga tadarus Al Qur’an. Tradisi yang biasanya ada di negeri Muslim lainnya juga dilakukan di Albania. Buka puasa bersama, juga menjadi tradisi yang biasa dilakukan di Albania.
Patut diketahui bahwa selama bertahun-tahun mengalami penindasan, terutama dengan praktik keagamaan di negeri ini. Klimaks dari penindasan tersebut menjadikan Albania menganut paham Atheis pada tahun 1967. Saat itu, pemerintah melarang segala macam praktik keagamaan. Dan mereka yang ketahuan melakukan ritual agama maka akan mendapatkan hukuman.
Mereka yang melanggar aturan pemerintah tersebut akan mendapatkan hukuman yang beragam. Juga tergantung dari siapa yang melakukan pelanggaran. Jika pemerintah menganggap bahwa yang melanggar aturan itu adalah seorang tokoh agama, maka orang tersebut bisa dibuang atau dihukum mati. Minimal mereka dipenjarakan.
Namun demikian ancaman tersebut tak menghentikan warga Muslim di Albania untuk menjalankan agamanya. Mereka memang tak menjalankan ajaran agamanya secara terang-terangan tetapi secara diam-diam. Salah satu ritual yang dilaksanakan secara diam-diam itu adalah puasa di bulan Ramadhan. Hal ini dilakukan secara diam-diam oleh umat Islam di Albania selama pahaman komunis berkuasa.
Langkah seperti itu juga dilakukan oleh warga Muslim Albania hingga runtuhnya komunisme pada 1990an. Setelah masa itu, secara terang-terangan menjalankan ajaran agamanya. Bangunan masjid yang sebelumnya dialihfungsikan kemudian dikembalikan lagi fungsinya. Masjid-masjid itu juga dibangun kembali.
Pengajaran tentang agama kemudian digalakkan kembali dipusatkan di masjid. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar bagi warga Muslim di Albania untuk terus menjalankan ajaran agamanya. Sejarah kelam di negeri ini tak mempengaruhi umat Islam di sana untuk menanggalkan keyakinannya. Justru mereka semakin giat menjalankan ibadah, meski setelah keruntuhan komunis pemerintah Albania mengambil sistem sekular. Dan kini Albania memiliki warga Muslim majoriti di Eropah. Setelah mengalami masa-masa tekanan, mereka kini menemukan kembali identiti dan tradisinya sendiri. Dari 3.2 juta penduduk Albania, sebanyak 75% adalah Muslim.
Albania tercatat sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di Benua Eropah. Menurut data yang dirilis Pew Research Center, jumlah pemeluk Islam di Albania pada 2010 mencapai 82,1 persen dari total 2,8 juta penduduk negara itu.
Pertumbuhan Islam di Albania mengalami peningkatan cukup menggembirakan dalam dua dekad terakhir. Pada 1990 populasi Muslim Albania masih berjumlah 2,3 juta jiwa atau sekira 70 persen dari total penduduk. Hari ini, angka tersebut meningkat menjadi 2,6 juta jiwa.
Pew Research Center memprediksikan, jumlah penganut agama Islam di Albania bakal terus meningkat pada 2030 mendatang menjadi 2,84 juta jiwa atau 83,2 persen dari total penduduk negara itu.
Fakta ini menjadi tamparan keras bagi diktator komunis Enver Hoxha. Saat berkuasa dulu, ia pernah sesumbar Albania sebagai "satu-satunya negara yang tidak beragama di dunia". Namun, justru kenyataannya saat ini Albania menjadi satu-satunya negara Eropa yang terdaftar sebagai anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Editor BBC Amerika Utara, Mark Mardell, yang pernah melakukan perjalanan ke Tirana beberapa tahun lalu menuturkan, karakteristik kaum Muslimin Albania hari ini memiliki perbecaan cukup mencolok dibandingkan dengan negara-negara Islam di belahan dunia lainnya. "Meski saya dapat mendengarkan suara azan di kota ini, budaya Eropa nampaknya lebih menonjol di Albania. Tidak ada jilbab yang terlihat di sini apalagi burka," ujarnya.
Jasa Ottoman
Catatan sejarah mengungkap, Islam mulai masuk ke Albania semasa pemerintahan Dinasti Ottoman pada abad ke-14. Ketika itu, negeri tersebut masih didominasi Kristian. Di wilayah utara Albania, penyebaran Islam lebih lambat karena adanya perlawanan keras dari Gereja Katolik. Namun, di beberapa kawasan lainnya, pengaruh Islam berkembang cukup pesat.
Pada akhir abad ke-17, Islam menjadi agama majoriti di pusat-pusat perkotaan wilayah tengah dan selatan Albania. Adanya kelas elit Muslim yang bergelar pasha dan bey, memainkan peranan penting dalam kehidupan politik dan ekonomi Ottoman ketika itu. Karier birokrat itu pun menjadi pilihan yang menarik bagi sebagian besar warga Albania sehingga mereka pun berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Hari ini, umat Islam di Albania terbagi menjadi dua kelompok utama. Pertama, pengikut Mazhab Ahlussunnah (Suni). Sedangkan, yang lainnya merupakan pengikut ajaran tasawuf Bektashi yang masuk ke Albania melalui para darwis (sufi) selama periode Ottoman, terutama antara abad ke-18 dan ke-19.
Secara historis, kelompok Muslim Suni memiliki asas yang kuat di wilayah utara dan tengah Albania. Selain itu, komuniti Bektashi lebih terkonsentrasi di kawasan selatan negara itu.
Sebagian besar kalangan Islam arus utama menganggap Tarekat Bektashi sebagai aliran sesat. Namun demikian, sejarawan asal Inggris, David Nicolle, mengungkapkan dalam karyanya The Janissaries (Elite), penduduk Albania pada masa pemerintahan Ottoman justru mulai memeluk Islam secara bertahap melalui ajaran tasawuf tersebut.
Selama Dinasti Ottoman berkuasa, banyak pengikut ajaran Bektashi di Albania yang direkrut menjadi tentara elite Yanisari. Pada masa-masa selanjutnya, pengaruh aliran tarikat ini di tubuh Yanisari pun semakin menguat. Bahkan, pada pengujung abad ke-16 Bektashi telah menjadi semacam sistem kepercayaan resmi di korps militer tersebut.
Tahun 1826, Sultan Mahmud II membubarkan Yanisari dan menyatakan Bektashi sebagai aliran terlarang di seluruh wilayah Kesultanan Ottoman. Sejak saat itu, pengaruh komunitas Bektashi mulai bergeser ke Albania selatan.
Pada akhir abad ke-19, para pemimpin kelompok ini memainkan peranan kunci dalam gerakan nasionalis Albania, di samping giat melakukan kempen toleransi antara umat beragama di negeri tersebut. Albania melepaskan diri dari kekuasaan Dinasti Ottoman pada 1923.
Komunis
Selanjutnya, selama berada di bawah rejim komunis (1944-1992), umat Islam Albania mengalami banyak penindasan. Pemerintah ketika itu juga melarang segala bentuk praktik keagamaan di depan umum.
Setelah berkuasa lebih dari empat dekade lamanya, rejim komunis di Albania pun akhirnya runtuh pada 1992. Masyarakat Muslim di negeri itu kembali memperoleh kebebasan dalam menjalankan ajaran agama.
"Alunan suara azan pun kembali menggema dari Masjid Ethem Bey yang berada di pusat ibu kota Tirana untuk pertama kalinya, setelah 24 tahun dilarang oleh pemerintah," tulis wartawan Larry Luxner dalam artikelnya, "Albania's Islamic Rebirth", yang diterbitkan Aramco World. Oleh Ahmad Islamy Jamil ed: Nashih Nashrullah.
Disunting daripada pelbagai sumber.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan