Dalam usia lebih 40 sering terfikir bahawa masa (atau usia) yang akan di lalui tidak akan lebih daripada apa yang telah ditinggalkan. Ertinya, future tidak lebih daripada past. Jika diberi pilihan, biarlah kita tinggalkan dunia ini tanpa menyusahkan sesiapa supaya kita tidak jadi bebanan bagi mereka yang ditinggalkan. Ini kerana setiap orang punya tanggung jawab berat setiap hari, jadi kita tidak mahu ada yang serba salah kerana kita.
Dalam usia lebih 40 ini, seseorang itu juga sering terfikir soal bekalan. Bekalan untuk dibawa ke alam satu lagi, juga bekalan yang perlu ditinggal pada anak isteri. Bekalan untuk dibawa ke alam satu lagi selama ini sering sahaja ditangguhkan atas alasan ‘masih ada masa’, ‘masih muda’, ‘takkan nak mati dah kut?’ dan macam-macam. Namun apabila sudah sampai di tahap ini, seseorang itu terasa pula seakan semuanya sudah terlambat. Mampukah kita untuk ‘qadha’ semua yang tertinggal atau pun kita perlu masuk ‘remove class’?
Demikian ketika Al-Qur’an memberikan apresiasi tersendiri
terhadap tahap manusia di kala mencapai usia 40 tahun yang disebutkan di
dalam ayatnya secara eksplisit. Allah swt. berfirman,
حَتَّى إَذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً قَالَ
رَبِّ أَوْزِعْنِى أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِى أَنْعَمْتَ عَلَيَّ
وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى
ذُرِّيَّتِى إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Apabila dia telah dewasa dan usianya sampai empat puluh tahun, ia
berdoa, “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang
telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku
dapat berbuat amal yang shaleh yang engkau ridhai; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang
muslim.” (Q.S. al-Ahqâf: 15)
Menurut para pakar tafsir, usia 40 tahun disebut tersendiri pada ayat
ini, karena pada usia inilah manusia mencapai puncak kehidupannya baik
dari segi fisik, intelektual, emosional, karya, maupun spiritualnya.
Orang yang berusia 40 tahun benar-benar telah meninggalkan usia mudanya
dan beralih menapaki usia dewasa penuh. Apa yang dialami pada usia ini
sifatnya stabil, mapan, dan kukuh. Perilaku di usia ini kerananya akan
menjadi ukuran manusia pada usia-usia berikutnya.
Makanya kalau dahulu, rasa terlalu awal, sekarang terasa terlambat.
Ya, dalam usia ini, kita sudah jumpa, kenal atau tahu macam-macam orang. Ada yang asalnya susah, hidup merempat, kerja kuat, dapat peluang, sekarang untuk masuk ke laman istananya sahaja tujuh lapis pagar. Sebut pasal kerja kuat, kita juga kerja kuat. Sebut pasal idea, kita juga ada macam-macam idea. Selama hidup ini, kita sudah cuba itu ini, tetapi takdirnya tak menjadi. Akhirnya diri kita, hanya apa yang kita ada sekarang. Bolehlah hidup tetapi bukan kaya raya seperti mereka yang hidup di istana tujuh lapis pagar itu. Jadi, di manakah kesilapan kita jika kita mahu anggap ini kesilapan lantaran kita tidak berjaya, tidak kaya seperti mereka?
Untuk kembali menyusun hidup, memulakan sesuatu yang baru dengan formula ekspres, rasanya kita mungkin sudah kesuntukan masa. Selalu kita diingatkan, lonjakan dalam hidup akan berlaku pada usia 40an. Buah yang sedap dimakan adalah apabila ia masak ranum. Itulah kemuncak dalam kitaran bagi semua makhluk ALLAH yang berlaku tidak lama sebelum ia gugur.
Di usia begini, kita mesti tetap bersyukur dengan apa yang ada. Iman, keluarga yang bahagia, pekerjaan yang disukai walaupun tidaklah sesenang mana. Nikmat ini amat-amat kita syukuri. Apabila terkenang masih banyak hajat yang tidak kesampaian, kita insafkan diri bahawa dalam konteks kita orang beriman, harus akur dan ada kesedaran bahawa bukan semua yang kita buat, kita usaha semestinya kita akan dapat. Rezeki, ajal maut dan jodoh dalam tangan ALLAH. Itulah ujian yang sebenarnya bukan sia-sia tetapi untuk memberi kita faham nilai dan makna kehidupan kita di sisi ALLAH dan hari kemudian.
Ambil iktibar daripada situasi ini. Apa yang tidak jadi kenyataan, kita jadikan warisan untuk anak-anak supaya mereka tentukan hala tuju lebih awal. Bimbing mereka untuk hidup berdikari sebagai persiapan setelah kita tidak ada di sisi mereka nanti. Itu yang sebaik-baiknya kita tinggalkan. Apa pun semua itu, mestilah berpesan dengan kebenaran, dan berpesan dengan keimanan.
Dalam tradisi Islam, usia manusia diklasifikasikan menjadi 4 (empat) waktu, iaitu,
- Waktu kanak-kanak atau thufuliyah,
- Waktu muda atau syabab,
- Waktu dewasa atau kuhulah, dan
- Waktu tua atau syaikhukhah.
Usia 40 tahun adalah usia ketika manusia benar-benar
meninggalkan masa mudanya dan beralih kepada masa dewasa penuh yang
disebut dengan usia dewasa kuhulah. Hal ini
sesuai dengan pendapat pakar psikologi seperti Elizabet B. Hurlock,
penulis “Developmental Psychology”. Katanya, “masa dewasa awal” atau
“early adulthood” terbentang sejak tercapainya kematangan secara hukum
sampai kira-kira usia 40 tahun. Selanjutnya adalah masa setengah baya
atau “middle age”, yang umumnya dimulai pada usia 40 tahun dan berakhir
pada usia 60 tahun. Dan akhirnya, masa tua atau “old age” dimulai sejak
berakhirnya masa setengah baya sampai seseorang meninggal dunia. Kala yang sedar, kejiwaan yang paling menarik pada usia 40 tahun ini adalah meningkatnya
minat seseorang terhadap agama setelah
pada masa-masa sebelumnya minat terhadap agama itu boleh jadi kecil
sebagaimana diungkapkan oleh banyak pakar psikologi sebagai “least
religious period of life”.
Salah satu keistimewaan usia 40 tahun tercermin dari sabda Rasulullah s.a.w.,
العَبْدُ الْمُسْلِمُ إِذَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً خَفَّفَ اللهُ
تَعَالَى حِسَابَهُ ، وَإِذَا بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً رَزَقَهُ اللهُ
تَعَالَى الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ ، وَإِذَا بَلَغَ سَبْعِيْنَ سَنَةً
أَحَبَّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ، وَإِذَا بَلَغَ ثَمَانِيْنَ سَنَةً ثَبَّتَ
اللهُ تَعَالَى حَسَنَاتِهِ وَمَحَا سَيِّئَاتِهِ ، وَإِذَا بَلَغَ
تِسْعِيْنَ سَنَةً غَفَرَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا
تَأَخَّرَ وَشَفَّعَهُ اللهُ تَعَالَى فِى أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَكَتَبَ فِى
السَّمَاءِ أَسِيْرَ اللهِ فِى أَرْضِهِ – رواه الإمام أحمد
Seorang hamba muslim apabila usianya mencapai empat puluh tahun, Allah
akan meringankan hisabnya (perhitungan amalnya). Jika usianya mencapai
enam puluh tahun, Allah akan memberikan anugerah berupa kemampuan
kembali (bertaubat) kepada-Nya. Bila usianya mencapai tujuh puluh tahun,
para penduduk langit (malaikat) akan mencintainya. Jika usianya
mencapai delapan puluh tahun, Allah akan menetapkan amal kebaikannya dan
menghapus amal keburukannya. Dan bila usianya mencapai sembilan puluh
tahun, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan
dosa-dosanya yang belakangan, Allah juga akan memberikan pertolongan
kepada anggota keluarganya, serta Allah akan mencatatnya sebagai
“tawanan Allah” di bumi. (H.R. Ahmad)
Hadis ini menyebut usia 40 tahun paling awal, dimana isinya bermakna
bahwa orang yang mencapai usia 40 tahun dan ia tetap memiliki komitmen
terhadap penghambaan kepada Allah swt. sekaligus memiliki konsistensi
terhadap Islam sebagai pilihan keagamaannya, maka Allah swt. akan
meringankan hisabnya. Perhitungan amalnya akan dimudahkan oleh Allah
swt. Ini merupakan suatu keistimewaan tersendiri, kerana dihisab di akhirat merupakan
suatu tahap yang sangat sulit, pahit, lama, dan mencekam
tak ubahnya disiksa, betapa pun siksa yang sebenarnya belum
dilaksanakan.
Lantas, apa yang harus kita lakukan ketika menginjak usia 40 tahun?
Beberapa yang disebutkan Ahmad Syarifuddin dalam bukunya ini adalah:
- Meneguhkan tujuan hidup
- Meningkatkan daya spiritualisme
- Menjadikan uban sebagai peringatan
- Memperbanyak bersyukur
- Menjaga makan dan tidur
- Menjaga konsistensi dan kontinuiti
Jika umur kita pada kenyataannya lebih banyak yang kita habiskan
untuk sesuatu yang tidak berguna, maka kini masanya untuk tidak
lagi memsia-siakan waktu yang tersisa. Sebagaimana sahabat Abdullah bin
Umar r.a. pernah menceritakan hadis dari Rasulullah s.a.w yang berkaitan dengan perkara ini.
Rasulullah Saw. memegang kedua pundakku dan bersabda, “Jadilah di
dunia seakan-akan kamu orang asing (perantau) atau pengembara
(musafir).” Abdullah bin Umar r.a. berkata, “Jika berada di waktu senja,
jangan menanti waktu pagi. Jika berada di waktu pagi, jangan menanti
waktu senja. Pergunakanlah (rebutlah) masa sihatmu (dengan amal-amal
soleh) untuk bekalan masa sakitmu dan masa hidupmu untuk
bekalan masa matimu.” (H.R. Bukhari).
Semoga kita digolongkan hamba-Nya yang mampu mengisi umur kita dengan
sebaik-baiknya sehingga meringankan hisab kita di akhirat nanti. Amin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan